Hukum dan Cara Menyucikan Najis di Lantai

NAJIS DI LANTAI:

Bismillah.

Assalamu'alaikum.

Beberapa bulan ini saya dilanda was-was luar biasa. Sehingga membuat hati saya terasa sesak dan sedih. Karena ada beberapa kejadian yang saya tidak tahu/ragu harus mengambil sikap bagaimana. Sampai saat ini saya belum punya guru yang bisa ditanyai perkara fiqih. Jadi saya hanya mengandalkan apa yang saya baca dan pahami semampu saya.

Yang ingin saya konsultasikan:

1. Dulu pernah ada keponakan yang kencing di kasur saya. Namun, saya tidak ingat apakah kencing itu mengenai kasur atau sprei saja. Saya juga tidak tahu dan ingat sudah disucikan dengan benar atau tidak. Saya tanya ibu saya sudah dibersihkan sepertinya. Biasanya memang kalau ada najis langsung dibersihkan. Namun saya ragu sudah dengan cara yang benar atau tidak dilakukan oleh mereka. Dan saya khawatir ada atau tidak rembesan kencing terkena di kasur. Saya cek tidak ada lagi bau kencing di segala sisi kasur. Jika warna tidak bisa dilihat karena kasurnya hitam. Apa yang harus saya lakukan? Saya jadi was-was setiap mengenai kasur dalam keadaan kaki basah. Apa solusi terbaik dan pandangan 4 mazhab terhadap status kasur saya tersebut dan cara utk mengatasi rasa was-was saya ini?

2. Selain itu, di kasur lainnya di rumah, kakak saya sepertinya pernah membersihkan bekas kencing dengan menggunakan air pewangi. Sehingga tidak ada lagi bekas dan warna najisnya. Bagaimana status kasurnya dan sah kah cara membersihkannya. Bagaimana sebenarnya pandangan islam menurut 4 madzhab mengenai najis di kasur, pakaian atau kain?

3. Bagaimana hukum mengelap lantai yang ada najis seperti kencing atau kotoran balita. Saya pernah baca menurut madzhab hanafi sah. Karena di rumah, kakak saya pernah membersihkan najis dengan kain kering hingga hilang bekasnya dan mengelap lagi dengan kain basah hingga hilang tidak ada lagi baunya. Saya selalu was-was tentang hal ini. Saya takut berdampak pada sah tidaknya wudhu dan sholat saya. Apakah cara tersebut dibenarkan dalam islam?


Jazakillah khoiron.

JAWABAN

1. Kalau di kasur anda tidak ada najis yang terlihat, maka berarti kasur anda suci. Dalam keadaan di mana suatu benda suci diduga terkena najis tapi tidak ada bukti najis, maka statusnya kembali ke status awal yaitu suci. Baca detail: Saat Ragu, Status Benda kembali ke Hukum Asal

Kalau toh seandainya di kasur itu ada rembesan kencing, maka najis kencing yang tidak kelihatan lagi disebut najis hukmiyah. Najis hukmiyah menurut madzhab Maliki tidak menular najisnya. dengan kata lain sudah dianggap suci. Baca detail: Najis Hukmiyah Madzhab Maliki

2. Setiap benda suci yang terkena najis maka hukumnya menjadi najis (mutanajis). Adapun cara menyucikannya harus (a) dibuang benda najisnya; dan (b) tempat najis tsb dibasuh dg air. Baca detail: Najis dan Cara Menyucikan

Jadi, cara yang dilakukan kakak anda itu tidak benar. Karena air yang digunakan harus air mutlak, bukan air/cairan pewangi. Baca detail: 4 Macam Air

Namun sekali lagi, apabila bekas najisnya sudah tidak ada, maka ia menjadi najis hukmiyah yang hukumnya tetap najis tapi tidak menularkan najis menurut madzhab Maliki. Baca detail: Najis Hukmiyah Madzhab Maliki

3. Seperti disebut di no.2, cara menyucikan najis ada dua tahap: a) membuang najisnya yg bisa dilakukan dg tisu atau kain; b) menyiram bekas najis dengan air suci dan menyucikan. Baca detail: 4 Macam Air

Pendapat madzhab Hanafi dan Maliki tidaklah berbeda secara prinsip dengan cara di atas, terutama poin (a). Hanya saja, untuk poin (b) madzhab Hanafi membolehkan mengusap (al-masah), tidak harus menyiram (al-ghusl). Mengusap di sini maksudnya, tangan atau kain yang basah diusapkan pada tempat najis itu sudah cukup bisa menyucikan.

Imam Nawawi dalam Al-Majmuk, hlm. 2/621, menjelaskan perbedaan madzhab empat soal ini:

إذا أصابت النجاسة شيئاً صقيلاً كالسيف والسكين والمرآة ونحوها لم تطهر بالمسح ولا تطهر إلا بالغسل كغيرها، وبه قال أحمد وداود، وقال مالك وأبو حنيفة: تطهر بالمسح.

Artinya: Apabila ada najis yang mengenai benda seperti pedang, pisau, kaca, dll maka tidak bisa suci hanya dengan diusap saja kecuali dengan dibasuh sebagaimana (cara menyucikan najis) yg lain. Ini juga pendapat Ahmad bin Hanbali (madzhab Hanbali) dan Dawud. Sedangkan Imam Malik dan Abu Hanifah menganggap suci dengan diusap saja. Baca detail: Najis dan Cara Menyucikan


KARENA WAS-WAS JADI BOROS KONSUMSI AIR

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Akhir-akhir ini saya sangat boros menggunakan air di kamar mandi rumah saya karena was-was bahwa ada bagian tubuh yang masih belum bersih saat istinja. Pertanyaannya:

a. Saat istinja dari buang air besar dan kecil, biasanya akan ada percikan / terkena air cebok tadi di paha dan betis saya. Apakah air yang mengenai paha dan betis saya itu suci? Haruskah air bekas cebok yang mengenai saya tadi dibasuh juga? Lalu, jika saya siram, biasanya percikannya akan mengenai dinding kamar mandi dan dinding bak. Apakah dinding kamar mandi dan dinding baknya juga harus dibasuh? Jika saya ke kamar mandi lagi dan bagian tubuh saya terkena dinding kamar mandi yang belum disiram itu, apakah saya juga terkena najis?

b. Jika saya menyiram kaki kanan dari percikan kencing, lalu kemudian air basuhan itu mengenai kaki kiri, apakah kaki kiri saya jadi ikut bernajis? Lalu, jika saya menyiram kaki kiri, lalu percikannya malah mengenai kaki kanan, apakah kaki kanan saya jadi bernajis lagi?

c. Saya was-was saat cebok dari buang air kecil, dan saya sering berusaha memasukkan sedikit air ke dalam (maaf) lubang kemaluan saya supaya lebih bersih. Apakah tindakan saya salah?

Terima kasih atas perhatiannya.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

JAWABAN

A. Percikan yang sedikit dari najis hukumnya dimakfu (dimaafkan). Dimakfu artinya tidak masalah. Baca detail: Percikan Kencing Najis yang Dimakfu

B. Sama dengan jawaban A. Hukum dari najis yang sedikit itu dimaafkan. Dimakfu itu mirip dengan suci.

C. Salah. Yang wajib dibasuh dalam cebok adalah bagian luarnya saja. Baca detail: Najis dan Cara Menyucikan



Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url